Kamis, 24 November 2011

Paulina Maria Tri Widyaningrum:
Kesembuhanku adalah Mukjizat



Paulina Maria Tri Widyaningrum: <br>Kesembuhanku adalah Mukjizat
[Ivonne Suryanto]
Paulina Maria Tri Widyaningrum
dan suaminya,
Yohanes Sasmita Hadi.
Pukul tiga dini hari, ayam berkokok di pelataran Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran. Biasanya ini pertanda ada peziarah yang disembuhkan Tuhan. Dada Paulina bergemuruh kencang, lalu ia berteriak, ”Aku yang disembuhkan Tuhan.”

Tahun 1998, Paulina Maria Tri Widyaningrum (50) merasakan sakit kepala yang tidak kunjung sembuh. Setelah di CT scan ternyata di dekat otak sebelah kiri ada tumor dan harus dilakukan operasi. Tapi setelah operasi, Paulina justru sering mengalami perdarahan di hidung dan mulut, serta kehilangan pendengaran telinga sebelah kiri. Selama enam bulan karyawati di sebuah perusahaan farmasi ini bertahan dengan obat-obatan.

Lama-kelamaan, Paulina tak kuat lagi bekerja. Lalu, ia memutuskan keluar dari pekerjaan. Pekerjaannya kini mengurusanak. Anaknya yang masih TK, tidak bisa diberi susu, hanya diberi teh, karena keuangan menipis. Tak ingin berdiam diri, sambil menunggu anak-anak bersekolah, ia meronce rosario ”Kerahiman Ilahi”. Ternyata, banyak orang yang pesan. ”Sakitku ternyata bisa menjadi berkat,” ungkapnya penuh syukur.

Tahun 2001, sewaktu menunggui anaknya di sekolah, ia mengalami perdarahan. Dokter Inge yang tinggal di dekat rumahnya, menyuruh Paulina ke rumah sakit. Tetapi, ibu tiga anak ini menolak. Ia hanya mau berdoa. ”Lho, ya tidak bisa hanya dengan doa. Kamu harus bertahan, anakmu ‘kan masih kecil-kecil,” nasihat dr Inge.

Paulina sudah pasrah bila ia harus meninggal. Ia berkata kepada Yohanes Sasmito Hadi (53), suaminya, ”Kesalahanku selama kita hidup bersama tolong diampuni, titip anak-anak ya Pak!” Suaminya menjawab, ”Kita cuma punya rumah ini. Tidak apa-apa rumah ini dijual untuk biaya pengobatanmu.” Tetapi, Paulina tetap menolak.

Paulina takut bila ia dioperasi, banyak biaya yang harus dikeluarkan. Waktu itu kondisi keuangan keluarganya buruk. Tidak ada televisi di rumahnya, hiburan diganti dengan menyanyi dan berdoa bersama. ”Tuhan, ibuku jangan seda (meninggal) ya. Tolong sembuhkan ibuku, ya Tuhan,” begitulah doa anak-anak Paulina.

Mimpi disembuhkan 

Suatu hari Paulina bermimpi disembuhkan di gua. Dalam mimpinya, di sekitar gua itu terdapat bebatuan, air terjun, dan jurang. Ada Misa dan imam yang memakai pakaian hitam-hitam. Lalu, Sasmito, suaminya, berkata bahwa istrinya sakit. Kemudian, pastor mengambil mahkota duri di salib Yesus dan memakaikan mahkota duri itu di atas kepalanya. Saat itu juga Paulina terbangun. Paulina terobsesi, di mana ada gua yang seperti di mimpinya? ”Cari, cari, cari…” Terdengar suara keras di hati Paulina.

”Aku tak mau di-CT scan, aku mau mencari gua seperti dalam mimpiku,” katanya dengan penuh keyakinan.

Lalu, Paulina bertanya kepada banyak orang, namun ia tidak mendapat jawaban yang diinginkan. Karena tidak ada yang tahu gua itu, Paulina memutuskan untuk berdoa novena di sembilan gua Maria. Ia yakin, salah satu dari gua itu adalah gua yang ada di dalam mimpinya. Di gua itulah, ia berharap, penyakitnya akan disembuhkan.

Uang pemberian sahabatnya digunakan untuk membiayai perjalanan ke Yogyakarta. Adiknya menyuruh Paulina berkonsultasi ke Prof dr Paulus Sugiarto SpB. Ada juga saudaranya yang menyarankan untuk berobat alternatif. Paulina tetap menolak. Ia hanya percaya pada kekuatan doa. Namun, karena kini penyakitnya sudah menjadi persoalan keluarga besar, maka mereka tetap membantu.

Dengan meminjam motor adiknya, malam hari ia pergi ke Gua Maria Sendang Jatiningsih Klepu, Sleman, berdoa ditemani buku Mukjizat Tuhan Yesus, 15 Doa Penderitaan Yesus atau lebih dikenal dengan ’Doa Santa Brigitta’. Paulina memilih doa ini, karena di dalam mimpinya kepalanya dipasangi mahkota duri. Berarti ia harus ikut serta dalam penderitaan Yesus, dengan mengikuti jalan salib-Nya.

Tak jadi dikemoterapi 

Lalu, Paulina melanjutkan novena ke gua yang kedua, yaitu Gua Maria Tritis, Gunung Kidul. Di sana ia ditawari menjalani pengobatan gurah. Karena mahal, hati Paulina merasa tidak sreg.

Di rumah, badannya sudah keluar benjolan-benjolan. Paulina memeriksakan lagi ke dokter Sugiarto. Dokter menyatakan, kanker itu sudah menyebar hingga ke paru-paru dan jantung, dan sudah tidak ada harapan lagi untuk sembuh. Pemeriksaan untuk mendeteksi kanker dengan melihat jumlah populasi gen menunjukkan CNV (copy number variation) dalam tubuh Paulina tinggi. Karena tidak bisa disembuhkan dengan obat, Paulina harus menjalani kemoterapi.

Hati Paulina gundah. Biaya kemoterapi tinggi. Tetapi, dengan dukungan keluarga, Paulina menentukan hari untuk kemoterapi. Ia menceritakan kondisinya kepada dr Inge. Lalu, dokter menyuruhnya rontgen. Setelah rontgen di RS Panti Rapih, Paulina tidak segera pulang. Ia pergi ke Gua Maria Sendang Sriningsih, Prambanan. Setelah jalan salib di Sriningsih, Paulina mengambil hasil rontgen. Ternyata, hasilnya bagus. Paulina kaget. Lalu, ia menyampaikan hasil itu ke dokter, dan menceritakan mimpinya. ”Ibu, kalau jalan salib jangan yang rutenya panjang. Yang pendek saja karena kondisi kesehatan Ibu sudah tidak memungkinkan,” saran dokter.

Paulina bertekad untuk berdoa semalam suntuk di Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran. Ada Misa tengah malam, pas malam satu Suro. Di hari jadwal kemoterapinya, ibu-ibu lingkungan, guru TK anaknya, dan dokter Inge menengok ke RS Panti Rapih sambil membawa uang tali kasih. Ternyata, kemoterapi diundur, karena hasil tes kesehatannya bagus. Namun, para penengok menasihati agar Paulina tidak usah meraba-raba, melainkan berdoa saja. ”Aku mimpi disembuhkan di gua, nanti aku mau Misa di Ganjuran, siapa yang mau menitip ujub?” tanya Paulina kepada ibu-ibu yang menengoknya.

Ayam berkokok 

Di Ganjuran, Paulina mengurapi benjolan-benjolan di tubuhnya dengan air. Ia berdoa di Candi memakai lentera. Ia membaca doa pasrah dan doa pengampunan dosa. Ia memohon, ”Tuhan sembuhkan aku, jamahlah aku.” Sewaktu Misa, setelah menerima komuni, Paulina berlutut. Ia memegang stola imam dan menggunakannya untuk memberi tanda salib di dahinya sambil berkata, ’Berkah Dalem Gusti’.

Setelah berdoa di pelataran Candi, ia pergi ke toko benda rohani dan membeli salib Yubelium, patung Pieta, replika Kerubin Hati Kudus Yesus Ganjuran, patung Bunda Maria Fatima, dan botol air. Ia hanya diam saja saat ditanya suaminya mengapa membeli benda-benda itu. Lalu, ia mencari pastor dan meminta berkat untuk benda-benda rohani yang baru dibelinya.

Pukul tiga pagi terdengar ayam berkokok. ”Lho ada ayam berkokok. Ini biasanya ada peziarah yang disembuhkan Tuhan,” sahut Pastor Emmanuel Maria Supranowo Pr, imam yang memimpin Misa. Sebuah suara terdengar di dalam hati Paulina, ”Yang disembuhkan Tuhan itu ’kan kamu.”

Paulina berseru, ”Ya Tuhan, saya tidak pantas Tuhan datang pada saya, tapi bersabdalah saja maka saya akan sembuh.” Lalu, ia memegang benjolan di tubuhnya. Ia terkejut. Benjolan di tubuhnya semakin kecil.

Dengan penuh sukacita, Paulina bercerita kepada Pastor Supranowo bahwa ia datang karena bermimpi disembuhkan di gua. Dan, Pastor Supranowo bercerita bahwa di Ganjuran, di bagian bawah memang terdapat bebatuan, air terjun, dan jurang, persis seperti yang digambarkan di dalam mimpi Paulina. Mimpi itu pasti ada sanepa (makna)-nya. Mukjizat itu terjadi di Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran. Ini gua ke-empat yang Paulina datangi.

Paulina disarankan untuk melanjutkan novena ke gua yang lain, namun kali ini untuk bersyukur. ”Ibu tadi berdoa memohon pengampunan dosa. Kapan Ibu mengaku dosa?” tanya Pastor Supranowo.

”Saya mau sekarang,” jawab Paulina mantap. Lalu, mereka mencari tempat yang terang karena langit masih gelap.

”Lalu, rencana Ibu apa?” tanya pastor.

”Saya mau ke Sendangsono pagi ini juga,” ujarnya berkeras walau dihalangi suaminya.

Sukacita membuat Paulina tidak mengantuk walau tidak tidur semalaman. Ia pergi ke Sendangsono sambil memangku kardus berisi benda-benda rohani. Ia membonceng sepeda motor sembari menyanyi Nderek Dewi Maria dan Tuhan Semayam di Hatiku. Sampai di Promasan, Sasmito sudah tidak kuat lagi. Mereka beristirahat di Paroki Santa Maria Lourdes Promasan, Kulon Progo.

Sesampai di Sendangsono, Paulina melakukan jalan salib sendiri di Gua Maria Lourdes Sendangsono. Sepanjang hari itu Paulina sangat bahagia. ”Aku bahagia karena aku disembuhkan Tuhan,” ujarnya kepada orang-orang yang ditemuinya.

Sesampainya di Semarang, Paulina periksa laboratorium. Hasilnya, ia tidak perlu kemoterapi. Sebagai wujud syukur, ia melanjutkan ziarahnya ke Gua Maria Kerep Ambarawa, Gua Maria Kaliori Purwokerto, Gua Maria Mojosongo Solo, Gua Maria Sendang Ratu Kenya Wonogiri, Gua Maria Gunung Sempu Yogyakarta, Gua Maria Pohsarang Kediri, dan terakhir Paulina mengikuti Retret Pohon Keluarga di Tumpang, Malang….

Ivonne Suryanto




Tidak ada komentar: